
Elon Musk bilang Instagram Buat Pengguna Depresi, Cek Faktanya?
Jakarta, CNN Indonesia - CEO Twitter, Elon Musk menyebut Instagram media sosial milik Meta itu membuat penggunanya depresi. Bagaimana faktanya? Pernyataan tersebut disampaikan Musk lewat kicauan di akun Twitternya membandingkan pengguna Twitter dengan Instagram. CEO Twitter itu kemudian bertanya kepada publik tentang platform mana yang lebih baik, mengingat beberapa orang setiap kali menggunakannya.
"Instagram membuat orang depresi & Twitter membuat orang marah. Mana yang lebih baik?" Kata dia, Senin (16/1).
Cuitan itu lantas dibanjiri sejumlah komentar pro dan kontra. Hingga kini, cuitan telah dilihat lebih dari 31,8 juta orang, 333 ribu likes dan hampir 30 ribu retweet.
Sejumlah warganet banyak yang menilai Twitter lebih baik dari Instagram lantaran pengaplikasian algoritma yang berbeda.
"Twitter tidak membuat saya marah. Ia malah membuat saya tertawa sepanjang hari. Tips: berhenti mengikuti politisi dan para reporter media," tulis akun WallStreetSilv.
Unggahan itu pun langsung dibalas oleh Musk "Saya juga sering sekali tertawa di Twitter. ha ha," tulisnya.
Lebih lanjut, salah seorang warganet juga menilai Twitter lebih baik karena memiliki fitur mute. Menurutnya, hal itu bisa digunakan untuk mencegah konten negatif. "Twitter. Saya hanya mute semua hal yang tidak saya suka," tulis akun JaneIdyEve.
Namun akun tersebut juga meminta Elon Musk mengubah algoritma agar konten negatif tidak dijejalkan kepada pengguna. "Akankah Twitter membetulkan algoritma sehingga platform ini tidak dengan sengaja menjejalkan konten negatif terlalu banyak? Feed Twitter harus punya banyak unggahan positif yang sama,"
Elon pun menilai, Twitter seharusnya lebih baik daripada versi sebelumnya. "Twitter seharusnya lebih baik daripada yang sebelumnya," kata Musk.
Di sisi lain, menurut artikel Association between social media use (Twitter, Instagram, Facebook) and depressive symptoms: Are Twitter users at higher risk?, para pakar mengungkapkan "ada kaitan antara ketergantungan media sosial dengan gejala depresi,"
Pakar juga menyebut penggunaan media sosial yang keterlaluan berkaitan dengan gejala depresi di mahasiswa. Menurut mereka, orang dengan gejala depresi cenderung memilih Twitter ketimbang Instagram dan Facebook.
"Temuan penting dalam studi kami menunjukkan, orang-orang yang memprioritaskan penggunaan Twitter daripada Facebook atau Instagram punya tendensi tinggi menderita gejala depresi (62,5%). Sebaliknya, mereka yang menggunakan Facebook punya tendensi rendah gejala depresi dengan presentase (33,8%)" tulis para pakar, yang artikelnya dipublikasikan di International Journal of Social Psychiatry tersebut.
"Hasil ini menunjukkan menjadi pengguna Twitter berkaitan dengan perkembangan gejala depresi dan menjadi pengguna reguler Facebook sebetulnya menjadi faktor pelindung dari gejala depresi tersebut,"
Masih dalam jurnal yang sama, para pakar menyebut berbagi foto di Instagram bisa ikut membantu meningkatkan kepercayaan diri apabila foto tersebut mendapat likes atau komentar. Namun di saat yang sama, hal tersebut juga bisa berdampak negatif.
"Skenario lain adalah penggunaan Instagram yang keterlaluan bisa menimbulkan depresi dengan mengatur standar kecantikan karena Instagram dipenuhi foto-foto dengan standar seperti model, membuat pengguna lain tidak cukup percaya diri," katanya.